Skandal Builder.ai ungkap bahwa startup yang mengaku pakai AI ternyata mengandalkan 700 manusia dari India. Jadi sebenarnya, siapa yang pintar—mesin atau manusianya?

Tim Builder.ai
AI yang bisa mengalami Kebangkrutan

AI yang Sebenarnya Hanya “Artificial India?

Siapa sangka, di tengah euforia teknologi AI yang katanya bisa menggantikan manusia, justru ada startup yang... pakai manusia secara diam-diam? Builder.ai, startup yang mengklaim bisa bikin aplikasi pakai AI, ternyata justru mempekerjakan 700 orang dari India untuk menjalankan semua prosesnya di balik layar.

Bukan AI yang “belajar”, tapi manusia yang disuruh mengetik seolah-olah itu hasil dari mesin pintar.

Hasilnya? Kebangkrutan.

Setelah publik sadar bahwa mereka telah “dibohongi” oleh label AI, investor pun menarik diri. Boom, Builder.ai bangkrut. Karena ternyata, menjual janji palsu bukanlah model bisnis jangka panjang.

Skandal ini juga menampar banyak startup teknologi lainnya yang menyematkan embel-embel “AI-powered” meski isinya mungkin cuma Excel, script automation, atau ya... manusia yang bekerja seperti robot.

> Kalau ternyata “AI” cuma singkatan dari “Artificial India”, maka masa depan teknologi kita bukan di tangan mesin, tapi di tangan manusia yang dibayar murah.

Kasus Builder.ai adalah pengingat bahwa branding canggih bukan jaminan isi yang canggih. Di dunia startup, sering kali buzzword seperti AI, blockchain, atau metaverse hanya dipakai untuk menarik investor, bukan solusi nyata.